Bait-Bait Suci Gunung Rinjani - Hijaubiru

Sabtu, 01 Juni 2013

Bait-Bait Suci Gunung Rinjani




Judul: Bait-Bait Suci Gunung Rinjani
Penulis: Khaerul Sidiq
Penerbit: Dian Rakyat
Tahun terbit: 2009 (cetakan pertama)
Tebal: 310 halaman

Perjalanan memang tak cuma untuk menikmati alam, namun juga bisa menjadi ajang mencari teman. Hal itulah yang benar-benar terjadi pada Fajar dan Bambang. Mereka yang awalnya hanya berdua mendaki Rinjani, bertemu dengan kelompok pendaki lain: Ria, Anis, Robi, dan Aldo. Kebersamaan yang mereka bawa dalam perjalanan, menggoreskan kesan. Usai pendakian, keenamnya kembali dengan hidupnya masing-masing. Yang lain kuliah di universitas, sedang Fajar melanjutkan pendidikannya di pesantren.

Hanya sampai di situ?

Tidak. Hidup Fajar tidak bisa disebut lempeng-lempeng saja. Tokoh sentral ini banyak mengalami kejadian dalam hidupnya. Mulai dari mengais rezeki dengan mengamen di bus, menjadi saksi meninggalnya seorang pengamen kecil, hingga proses taaruf-nya dengan Imel yang kandas.

Semuanya mulai terlihat jelas saat Fajar kembali bertemu dengan Anis dan Robi yang sudah menikah. Ternyata Ria sudah meninggal! Padahal, baru beberapa bulan yang lalu Fajar bertemu Ria yang sedang caving. Saat itu, Ria bercerita bahwa dia kabur dari rumah. Sesaat kemudian, Ria dijemput karena ibunya sedang sakaratul maut dan sedang menunggunya. Sejak saat itu, Fajar tidak pernah bertemu Ria.

Berniat menapaktilasi Ria yang meninggal dalam pendakian ke Rinjani, Fajar mengiyakan ajakan Anis dan Robi. Betapa terkejutnya Fajar, mendapati Ria masih hidup. Malahan, keduanya bertemu saat sedang sama-sama berdiri di pelaminan, sebagai sepasang suami istri. Kok bisa?

-------------------------------------------------------------------------

Novel bernafaskan Islam ini overall menarik. Mulai dari cover hingga isinya (apalagi kalau isinya tentang pendakian, hehehe). Catatan perjalanan pendakian Rinjani cukup lengkap untuk ukuran novel. Isinya pun tidak hanya berfokus pada satu tema. Namun juga tentang cinta dan hidup pengamen jalanan. Untuk yang disebut terakhir memang cukup menjadi fokus. Apalagi, penulis adalah salah satu dari mereka. Salut bukan, untuk sebuah karya yang —disebut di sampulnya— lahir dari jalanan?

Namun, masih terdapat beberapa ejaan dan penggunaan tanda baca yang kurang tepat. Pun, dalam gaya bahasa masih terasa kaku meski diselipkan percakapan-percakapan gaul. Dalam narasi masih ada kalimat-kalimat yang mengganjal, yang sebenarnya bisa diperhalus agar emosi pembaca ikut larut. Secara personal, ada juga kalimat yang rasanya agak kasar.

Dari segi isi, cukup nano-nano rasanya. Seperti saya bilang di atas, temanya macam-macam. Jadi berasa ada beberapa cerita di satu novel. Mulai dari pendakian, cerita ngamen, junior yang meninggal misterius, dll. Meski ada sedikiit benang merah di antara cerita-cerita ini, tapi saya ngerasa justru ini yang bikin cerita detached. Macam, terlalu banyak isi yang bikin intinya kurang fokus.

Tapi, lepas dari itu semua, jempol untuk semangat penulis!

Tidak ada komentar: