Oktober 2021 - Hijaubiru

Sabtu, 02 Oktober 2021

Buku dan Film: antara Sekuel dan Layar Lebar
Oktober 02, 20210 Comments





Film: sekuel atau enggak? 

Makin ke sini, rasanya makin banyak film yang dibikinkan lanjutannya padahal sebelumnya nggak ada rencana. Biasanya film yang memang bagus atau disukai banyak orang. Aji mumpung, mumpung laku, siapa tahu kalau ada lanjutannya juga laku, kan? Nggak apa-apa sih, ASAL bagus. 

Masalahnya tuh, ada beberapa film (dan buku) yang awalnya bagus, terus waktu dibikin lanjutannya malah jadi zonk. Kan kecewa ya... Apalagi penggemar setianya. Tahu gitu nggak usah dibikin sekuel sama sekali.

====================================
Buku: sekuel atau enggak? Angkat ke film atau enggak?

Jujur sih, waktu lagi pengin nulis ini, sebenernya saya terpantik gara-gara ada satu novel favorit yang kemudian dibikin sekuelnya. Kecewa? Iya. Karena novel itu sudah selesai dengan paripurna dan sempurna. Nggak ada cerita lanjutannya dan memang nggak ada yang perlu dilanjutkan. Saya ngikutin proses sang penulis saat menyusun buku itu dan nggak ada arah ke sana sama sekali.

Memang sudah selesai.

Bahkan, endingnya aja sebetulnya agak aneh karena terkesan diada-adain atau dijelas-jelasin, seakan pengin negesin kalau ini lho tokoh utamanya udah nggak papa, beneran deh! Untungnya ending yang rada aneh ini cuma 1-2 halaman aja (ada sih novel yang ngasih glimpse ke kehidupan tokohnya waktu konflik udah selesai/udah bahagia, cuma, eksekusi di novel ini berasa kurang smooth). Selain poin itu, dari intro sampai menjelang ending sebetulnya isinya bagus. 

Yang bikin kecewa lagi adalah ketika buku ini difilmkan. Kejadiannya udah lama sih, bertahun-tahun lalu. Saya udah feeling harusnya nggak usah nonton. Tapi toh karena penasaran, pergi juga ke bioskop. Then, what? Ya bener, nyesel.

"Lho katanya isi bukunya bagus? Kok nonton filmnya nyesel?"

Isi bukunya emang bagus. Serius. Salah satu buku favorit saya. Berulang kali saya baca dan bahkan jadi 'acuan' nulis fiksi. Tapi, rasa-rasanya bukan buku yang cocok buat difilmkan. Bukan karena eksekusinya kurang bombastis kayak Harry Potter ketika difilmkan, bukan! Namun, lebih karena alurnya.

Saya rasa, film yang menarik itu harus alurnya yang memang menarik atau eksekusinya yang menarik. Biasanya buat yang kedua, ide ceritanya emang biasa-biasa aja. Misalnya? Film-filmnya Marvel. Plotnya kan simpel: ada orang jahat atau membahayakan bumi, lalu dibasmi dengan bertengkar. Tapi eksekusinya keren kan, bisa bikin orang 2,5 jam anteng nontonin adegan per adegan. Atau film Hachiko. Intinya sederhana: nemu anjing, dipelihara, terus si anjing tetap setia nungguin di depan stasiun meski pemiliknya udah meninggal. Tapi toh orang-orang tetap nangis deres waktu nonton filmnya. 

Nah, buku ini, sebenernya alurnya 'biasa aja'. Plot yang dipakai sebetulnya termasuk sudah sangat sering dipakai di jagat perfilman dan pernovelan Indonesia. Bedanya adalah: di buku, ada detail-detail yang dijelaskan lebih dalam. Perasaan si tokoh dieksplor lebih dalam, istilah dan hal-hal asing dijelaskan lebih jauh, ada backstory para tokoh, dan dan terutama diksi yang digunakan -meski tetap bahasa praktis tapi- lebih ke arah puitis. Jadinya, memang indah. Sayangnya, hal-hal seperti diksi, background story (yang memang luas dan panjaaang itu), memang nggak bisa diadaptasi ke film. Kalau dipaksakan, jadinya malah aneh. Entah jadi kepanjangan atau dialognya bakal berasa nggak natural.

Pernah di webtun, (iya webtun, bukan webtoon. Ini nggak salah tulis. Sekarang sudah ada versi resminya di KBBI jadi webtun) ada sebuah komik yang lumayan populer. Rame dong kolom komentarnya, pada nyaranin dan ngebayangin kalau dibikin K-drama dsb. Tapi, ada seorang yang kurang lebih bilang gini:

"Ya menurutku kurang pas dijadikan drakor karena sebenarnya ceritanya simpel. Cuma agak lambat aja alurnya. Mungkin kalau dijadiin webseries setengah jam-an atau cerita to the point (film) durasi kurleb sejam-an lebih cocok daripada dijadiin drama series. Soalnya, adegan dan alur ceritanya kurang dalem. Ntar jadi jelek." 

Entah buku, entah komik (fisik atau digital), menurut saya punya tantangan ini ketika difilmkan. Kalau buku, bisa jadi karena sebetulnya dia bagus di diksi. Kalau komik, bisa jadi karena sebenarnya dia bagus di penggambaran adegan. (Soal eksplor detail dsb keduanya sama sih menurut saya -- dalam hal-hal yang bagus maksudnya).

Yang ngikutin banyak komik romance pasti udah nggak aneh lagi kalau banyaaak pembaca yang pengin ceritanya dilanjutin. Entah sampai resepsi pernikahan, waktu udah punya anak, cerita pas udah nikah/bahagia, bahkan ada yang minta ceritanya dilanjutin sampai ke generasi anak si tokoh utama. 

Lha, konfliknya kan udah selesai. Kalau ditambah konflik lagi, malah mirip sinetron atau manhua pasaran, dong?

Untungnya --menurut saya sih-- emang komik/manhwa yang udah selesai kemudian nggak dilanjut oleh author. Di situasi gini, biasanya yang dipakai adalah win-win solution: dikasih sedikit chapter untuk side stories. Jadi pembaca bisa tetap ngintip kehidupan para tokoh di masa depan, tapi dengan cerita yang ringan dan nggak perlu berhubungan. Kayak, demi muasin perasaan pembaca aja gitu, nggak ada hubungannya sama plot. Tapi, ini cara yang bagus biar kedua belah pihak (author dan pembaca) sama-sama puas.

Cuma, cara di komik-komik ini menurutku kurang cocok kalau diadaptasi ke novel. Terutama yang endingnya gantung. Atau saya ngerasa gitu karena lebih suka ending gantung atau rada hablur ya? Hehehe.

Jadi, memang, buku bagus bisa jadi nggak bagus saat dijadikan film. Di sini emang hak prerogatif penulis: dia mau/nggak kalau ada tawaran difilmin. Tapi, ada baiknya dia juga mikir: bukunya cocok atau enggak buat difilmin?

"Yang kamu bilang adaptasi filmnya nggak bagus itu ada kok yang tetep difilmin dan banyak yang suka/nonton."

Iya, emang tetap banyak yang nonton dan suka. Selera dan pendapat orang kan beda-beda. Nggak bagus buat saya bisa jadi bagus banget buat orang lain, juga sebaliknya. Apalagi kalau penggemar yang militan, mau jelek atau bagus tetap bilang bagus (ini sih 'blindspot' kalo udah jadi penggemar seseorang/sesuatu. Jadi susah objektif. Fanatism?). Tapi menurutku, film itu jatuhnya sama seperti film-film layar lebar lainnya yang cuma jual cinta dan lokasi keren tanpa ada substansi lebih dalam. Padahal, justru itu yang bikin bukunya bagus, tapi malah nggak dimasukin di film.

Kemudian, buku yang saya ceritain di awal tadi bakal dibikin lanjutan bukunya.
Apa saya bakal beli, seperti waktu buku pertamanya dulu muncul dan bela-belain beli cetakan pertamanya?
Sepertinya enggak. 

Saya harus tahu 'batas untuk berhenti' supaya buku 'pertama' itu tetap bisa terus saya nikmati tanpa rasa kecewa. 



--------------------------------


NB: bahasanya amburadul ya? Iya, kerasa kok, wkwk.
Nanti deh saya edit lagi. Udah hampir tengah malem nulisnya,
udah nggak sinkron kayaknya otaknya.
Lebih berasa curhat daripada bikin tulisan 'biasa'.


--------------------------------

NB: Gambar hanya pemanis.
Gambar nggak nyambung? Emang, wkwk.
Biar ada gambarnya aja dan naruh foto lama yang nggak tahu
kapan bakal dipake. Daripada berdebu di folder.
Reading Time:

Jumat, 01 Oktober 2021

Growing Morning Glory
Oktober 01, 20210 Comments








My morning glory sprouts died. 


Today, yesterday, and five days ago. The three of them, gone. 


Perhaps it's because they couldn't stand the scorching dry season (which suddenly came again again after a few days of rain) eventhough I'd put them under the shades most of the days. BUT, when I put them inside the house, they wouldn't grow! Not even by half centimetre!


Let me retell their short life-story.


I submerged the seeds overnight (24h, precisely) and planted them in a pot the next day. 3 of them was showing the signs of germination, while another 2 didn't. But, these 2 seemed to become softer. One of them even appeared to shed its seed coat.


I put those 2 seeds in a plastic pot and the other 3 in (different) dried coconut shells. 


The next day, all of them sprouted except the shedding one. I don't know whether that seed was damaged or the sprout had been eaten by rats or cats (they're everywhere, huft!). A few days gone by and they grew splendidly. I water them once every evening and they grew longer and longer.


Since wild cats and rats roam freely in the neighbourhood, I decided to bring the survived sprouts inside the house every nightfall. At first I put them in a room with a little sunlight. But, when I recognise that there were almost no visible change in their height, I moved them to a room with more sunlight. 


The moving didn't change anything.


So I suspected that, maybe, they craved outdoor sunlight and micro-climate. Therefore, I brought them outside again and put them under the shades where they first sprouted. After that, I went out.


When I was home in the evening, I immediately check them and one of them had withered! 🥀


I didn't think of anything at that time. I thought that a cat stepped on it or something. I tried to revive it by watering it and  giving it a small stick to stand, but to no avail.


That day, I brought them inside again. They are inside for 1-2 days and then I brought them outside for a half day.


In the end of afternoon, again, one of them was wilting.


This time I was sure that it wasn't because of the cats or rats, but it was really lacking water or moisture. Like always, every nightfall I put them inside again.


I was heartbroken this time. But the most disheartened moment was when YESTERDAY, one of the sprout which previously has been EXTREMELY OKAY with no signs of wilting or sick or anything, WILTED!


I mean, what has gone wrong? You're inside, safe from the scorching heat, not even only by the shades but also by the thick house walls and I water you everyday and yesterday YOU WERE COMPLETELY FINE but why you're like this now?


I tried to revive it by water the pot to the max and place a stick to help it stand, but this morning I found it has been impossible to be saved.


Maybe it was the climate?


I live in a tropical country. The humidity is enough, there were no strong wind these days, but the weather for the last few days, I admit, was scorching. Usually it's hot but these days it feels like there's no 'cool wind' or even 'wind'. Perhaps this is the cause?


Or maybe, it's because of the container? I mean, the non-survivors are the seeds that I planted in the coconut shells. Maybe because of the shell's water capacity or something?


I don't know.


Considering the heat, I decided to plant the other seeds when the rainy season has come. Perhaps then it'd be safer. I was thinking that because of the flower's origin, it can't stand heat. I mean, I rarely see morning glory here. I saw them once, on a fence, but the fence was located in a mountain region. Of course, with cooler climate. 


CMIIW, I think that morning glory originally comes from four-season countries. I knew them from a Japanese film.


I fell in love with morning glory after watching Mamoru Hosoda's Summer Wars (サマーウォーズ). I fell in love with how the green vines covered the wooden fence and shades and adorned them with bright blue or purple flowers. 


We actually has a plant which has similar flower with morning glory: kangkung (water spinach/Ipomoea aquatica) -- same as morning glory which is an Ipomoea too . It has light-purplish colour. However, this plant isn't an ornamental plant. We grew it for the leaves to be eaten so we rarely grew them until it flowers (and I don't know how to get them to flower. It just kind of happen once in a while). It doesn't have vines too, but rather a herbaceous soft stalk. These stalks will collapse if it gets taller than mere 50 centimetres. It has different form of leaf, too


Let's hope the next sprouts will be able to grow well.


------------------------------------------------------------------

Windowsill and flowers are vectors from pngwing.com
which then were assembled together
Reading Time: