Hijaubiru: Novel/Buku -- Naik Gunung
Tampilkan postingan dengan label Novel/Buku -- Naik Gunung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Novel/Buku -- Naik Gunung. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 26 Januari 2013

5 Cm - Mulai dari Novel, Komik, Hingga Film
Januari 26, 20130 Comments

Ada yang sudah nonton filmnya? Gimana tanggapannya? Ada yang sudah baca komiknya? Atau, ada yang sudah khatam novelnya?

gambar diambil dari www.google.com

Film yang premiere pada 12-12-2012 ini dikatakan sukses karena dalam seminggu pertama, penontonnya sudah membludak. Nggak heran sih, soalnya settingnya emang keren. Berlokasi langsung di gunung Semeru, film ini menayangkan keeksotisan dan keindahan alam Semeru. Mulai dari Ranu Pani, Ranu Kumbolo, Oro-Oro Ombo, Kalimati, Arcapada, sampai puncak tertinggi Jawa: Mahameru, 3676 meter dpl (pernah saya post di http://hijaubiru-hijaubiru.blogspot.com/2011_10_01_archive.html).

Kalau kata beberapa orang nih, biasanya lihat film itu lebih nggak enak daripada baca novelnya. Apa pasal? Karena dalam novel, kita bisa berimajinasi. Kita bisa membayangkan wajah, gestur, dan tingkah tokoh-tokoh sesuai dengan yang kita tangkap dan inginkan. Setting-nya pun, sesuai imajinasi kita. Kalau di film sesuai ekspektasi a.k.a seindah yang di novel, sih, nggak apa ya. Kalau nggak? Kecewa dong penontooon!

gambar diambil dari www.google.com

Terus, film 5 Cm ini gimana? Sesuai ekspektasikah?

Secara keseluruhan, film ini sama dengan novelnya. Mulai dari kejadian, setting, sampai percakapan pun ada yang persis plek seperti di novel. Hanya saja, memang ada beberapa hal yang nggak ada. Seperti kejadian Finding Ian yang diceritakan lengkap di novel, di film hanya dibicarakan di mobil. Atau obrolan-obrolan random lima Power Rangers ini, juga nggak ditampilkan di film (kalau ditampilin, mungkin durasi filmnya bisa-bisa lebih panjang dua kali lipat, mengingat banyaknya obrolan random-nya). Hal besar yang nggak ada adalah nggak diceritakannya mas Gembul (sopir angkot di Tumpang) dan Deniek dkk. Nggak ada adegan kenalan dengan Deniek, Deniek nyeritain temannya yang meninggal, ataupun ketemu Adrian di puncak.

Oh iya, ada lagi sih satu perbedaannya. Kalau di novel kan diceritain kalau Riani nikah sama Zafran, Genta sama Citra (sobat kerjanya Riani), Deniek sama Arinda, dan Ian sama bunda Happy, di film beda. Riani tetap sama Zafran, Ian sama Happy (di film, yang jadi istrinya Ian Happy Salma beneran!). Namun Genta dan Arinda masih sendiri. Kalau di film, naga-naganya sih Genta nanti tertarik sama Arinda.

Overall, lumayan miriplah sama novelnya. Oh iya, yang penasaran gimana Genta ‘nembak’ Riani (kan di novel cuma dinarasikan aja tuh, nggak ada percakapannya), di film ini ada adegan tembak-tembakannya. Jadi pembaca sudah nggak penasaran lagi, “Gimana sih Genta bilangnya ke Riani? Apa langsung bilang ‘I love you, Ni’, atau Genta mengungkapkan dengan bahasa puisi, atau Genta nyebur dulu basah-basahan di Ranu Kumbolo terus dandan ala pesut ancol kayak Ian, makanya Riani lebih milih Kahlil Zafran daripada ‘Si Sempurna’, Genta?”. Hehehe.

Personally, saya lebih suka novel daripada filmnya. Sorry to say, tapi yang bikin filmnya meledak adalah karena setting lokasinya di Semeru. Inti ceritanya masih berasa mirip dengan film-film lain bertema cinta dan persahabatan. Bedanya cuma ini dibalut pendakian, yang notabene konsep yang lumayan baru dan fresh. Tapi selain itu, yang lain biasa aja. Saya masih tetap agak aneh saat ada kata-kata atau adegan, yang beberapa sebenernya memang ada di novel, tapi difilmkan juga. Terlalu... dramatisasi, mungkin? Ya sama aja kayak film percintaan/persahabatan lain lah. Ada adegan yang kayaknya sweet atau melankolis banget, tapi sebenernya rada cringe

Menurut saya sih emang ini poin lebihnya novel dibanding film: bisa lebih bebas eksplor dengan meminimalisasi cringe itu tadi, seaneh apapun adegannya. Dan, durasi film kan emang pendek ya, jadi kalau diisi dengan hal yang 'biasa', jadinya jelek. Film butuh sesuatu biar 'nendang'. Sayangnya, satu-satunya hal yang menurut saya 'nendang' banget di film 5 Cm ini adalah lagu dan shot lanskap Semeru, bukan alur ceritanya. 

Ada beberapa detail yang agak mengganggu juga. Antara lain:
- Jeans
ada beberapa dari mereka yang mendaki pakai celana jeans. Padahal, para pendaki tahu bahwa jeans adalah salah satu bawahan paling dihindari kalau hiking karena udahlah berat kalau basah, susah kering, juga kalah ringan dibanding celana kain biasa. Jadi menuh-menuhin carrier dan bikin berat yang nggak perlu.
- Minta air ke pendaki lain
Maaf, ini manajemen air & pendakiannya gimana ya? Bisa-bisanya kehabisan air padahal di Ranu Kumbolo ada danau air tawar luas banget? Bukannya nggak boleh minta. Pendaki mana sih yang bakal nolak dimintain tolong, apalagi kalo ada pendaki lain emang kepepet? Tapi ya gitu, manage you and your team first, dude.
- Mendaki nenteng barang
Jaket pink Riani emang cantik, tapi lebih baik kalau itu jaket nggak ditenteng sepanjang pendakian. Lagian kenapa harus ditenteng kalau bisa dimasukin carrier atau diikat di pinggang, misalnya. Ini bukan soal preferensi dan kenyamanan aja, tapi juga tentang keamanan.
Ini lebih ke pilihan personal, sih. Saya emang termasuk orang yang semua barang sebisa mungkin masuk carrier sehingga tangan bisa bebas. Karena, ya naudzubillahi min dzalik, kalau misal ada apa-apa, tangan bisa bebas meraih buat jadi penyangga. Misalnya, kepeleset atau pijakan kaki nggak sterk, maka tangan yang nggak memegang apa-apa bisa nyaut akar pohon buat pegangan. Satu-satunya barang yang saya setujui dipegang tangan selama pendakian cuma trek pole. Itu pun kalau butuh banget. 

Kalau film 5 Cm  agak sama dengan novelnya, agak beda lagi dengan komiknya. Oh ya, 5 Cm ada komiknya? Ada dong! Tapi nggak tahu keluaran tahun berapa. 2012 kemarin saya ngider-ngider di toko buku online entah kenapa nggak nemu-nemu juga.

Balik, balik. Apa komiknya mirip dengan novelnya?

gambar diambil dari www.google.com

Beberapa peristiwa inti masih ada. Namun karena ini komik, banyak buangeet peristiwa yang dipotong. Jadinya, baca komik kayak baca intinya doang: lima Power Rangers terpisah, bertemu, pendakian, selesai. Pendakiannya nggak seseru seperti yang di film maupun novel. Seingat saya, nggak ada adegan Ian kejedug batu. Cuma ada gambar kelima anak manusia ini berjuang begitu keras demi mencapai puncak. Buat orang yang sudah baca novelnya, komik ini rasanya kurang greget.
Reading Time:

Minggu, 20 Januari 2013

Tahta Mahameru
Januari 20, 20130 Comments
Judul : Tahta Mahameru
Penulis: Azzura Dayana
Penerbit : Republika
Tahun terbit: Maret 2012
Tebal :380 halaman

Buat saya, dari judul maupun cover-nya, novel ini catchy banget.

Novel yang menjadi novel terbaik kedua dalam lomba novel Republika 2011 ini nggak sengaja saya temukan ketika saya lagi ngubek-ngubek toko buku demi mencari sebuah buku agenda yang pas di hati. Bukan cuma buku agenda yang saya temukan, tapi juga lima novel yang semuanya bagus-bagus. Namun karena saya sadar dompet saya belum begitu tebal, yang berhasil saya gondol cuma buku agenda dan novel karya Azzura Dayana ini.

Bermula dari desa tertinggi di Jawa, Ranu Pani, novel ini menceritakan perjalanan tiga manusia (Faras, Mareta, dan Ikhsan) dengan karakter yang amat berbeda.

Faras, gadis lulusan SMA, pengajar di SDN Ranu Pani yang juga tumbuh di desa itu. Perangainya lembut, sopan, sabar, dan cerdas. Tipikal tokoh protagonis sejati. Ada pula Ikhsan, pendaki slengekan, sinis, dan suka berbuat semaunya. Baginya, persahabatan  tidak ada artinya. Hubungan sosial tidak berarti apa-apa. Ambisi terbesarnya cuma satu: membunuh ayahnya, orang yang ia anggap sangat bertanggung jawab atas takdir buruk yang menimpanya. Sedangkan Mareta, setipe dengan Ikhsan, namun tidak se-keterlaluan seperti Ikhsan.

Cerita berawal ketika Ikhsan dan Fikri mencari wisma untuk menginap sebelum mendaki Semeru. Mereka bertemu Faras, yang dengan senang hati menunjukkan rumah penduduk. Pertemuan Faras dengan Ikhsan, pendaki yang slengekan, sinis, dan suka berbuat semaunya, mengubah jalan hidupnya.

Eit, jangan dulu mikir bahwa nanti jadinya Faras suka Ikhsan, atau Ikhsan naksir Faras, tapi cinta mereka terhalang problema sebesar gunung Semeru. Bukaaaan! Sama sekali bukan! 

Ikhsan yang sekuler dalam urusan agama, pun apatis dalam memandang persahabatan, selama tiga tahun berturut-turut terus menghujani Faras dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, "Kamu bisa jelaskan padaku sebelas alasan kenapa aku harus shalat?", "Kamu tahu 'Tahta Mahameru'?" dan sebagainya. Pertanyaan terakhir Ikhsan cukup membuat dada Faras bergolak. Ikhsan bertanya apakah ia harus membunuh ayahnya.

Tahun berselang, Faras tak pernah bertemu Ikhsan. Ia hanya menerima foto-foto jepretan Ikhsan tentang perjalanannya traveling Indonesia. Namun, teringat pertanyaan terakhir Ikhsan, Faras memutuskan mencari Ikhsan, agar Ikhsan terhindar dari lumpur hitam yang menjeratnya.

Pertemuan Faras dengan Mareta di Borobudur tidak disengaja. Kedua wanita yang tak saling mengenal ini terlibat pembicaraan, kemudian menjadi kawan seperjalanan. Mereka menuju Sulawesi bersama-sama. Faras dengan misinya mencari Ikhsan (yang menurut email terakhirnya berada di Sulawesi) dan Mareta dengan niat traveling-nya.

Selama tahun-tahun tidak ada kontak dengan Faras, Ikhsan ternyata mengalami masa kelam. Ia yang ingin membalas dendam pada istri tua ayahnya karena dianggapnya sudah membunuh ibu kandungnya, malah masuk penjara. Di dalam penjara, ia menemukan cahaya.

Cerita diakhiri dengan Ikhsan yang kembali bertemu Faras di Ranu Pani (padahal dicarinya di Sulawesi, boo!). Mereka mendaki Semeru bersama ayah Faras. Di puncaklah Faras menjawab pertanyaan Ikhsan yang dulu membuatnya bingung : "Jika Mahameru adalah puncak para dewa, apakah Allah punya tempat di sana?"

Terus, apa spesialnya novel ini?

Memang pendeknya, novel ini mengisahkan perjalanan Faras mencari Ikhsan. Tapi, nggak sesimpel itu. Tentu aja ada nilai-nilai kemanusiaan bahkan agama yang tersurat. Banyak juga quote bagus di sini. Buat yang doyan traveling juga, lumayanlah referensi mengenai Makassar seperti kapal Pinisi, adatnya, pulau Selayar, dan semacamnya. Soal budaya dan perjalanan inilah yang bikin novel ini jadi favorit saya.

Salah satu hal yang bikin saya suka di sini adalah plot twist-nya. Clue-nya ada di si pengirim email perjalanan ke Faras. Kejutan ini dirangkai secara rapi sehingga kalau kita putar balik ke bab-bab selanjutnya maka baru nyadar: oooh ternyata iniii pertandanya. 

Namun, seperti novel-novel lainnya, Tahta Mahameru juga punya kekurangan. Beberapa masalah dan dialog terkesan agak kaku dan too good/too dramatic to be true. Beberapa hal yang bikin saya nggak sreg adalah cerita Ikhsan di penjara yang bertemu Yusuf. Yusuf ini kisahnya seperti Nabi Yusuf a.s. yang dibui karena difitnah menggoda atasannya. Kebetulan ini rasanya agak gimanaa gitu. Pun adegan balas dendam Ikhsan ke istri tua ayahnya. Dramatis, sih. Tapi kesannya terlalu... hm... sinetron, mungkin? Jadi agak polar gitu sama adegan-adegan lain yang rasanya ngalir lancar, alamiah, dan real. 

Terlepas dari hal-hal di atas, topik traveling, budaya, serta perjalanan mencari jawaban dan mengenal jati diri tetap jadi topik yang mendominasi. Dan, satu hal lagi, perjalanan mencari jawaban/jati diri di sini bukan cuma tempelan dan nggak cuma menyentuh permukaan kemudian dibikin puitis dan diromantisasi berlebihan (seperti novel perjalanan yang jamak di masa ini, ehm). Jadinya, lebih 'nendang' gitu pencarian jawaban/jati dirinya.

Jadi, hiking, travelling, agama, quote kehidupan, semuanya dirangkum jadi satu deh di sini!


----------------------

Desember 2013 lalu saya sempat ke salah satu toko buku gede. Di sana saya nemuin buku ini judulnya sudah diganti menjadi 'Altitude 3676'. Covernya pun diganti jadi pemandangan matahari terbit di jalur pendakian ke puncak Semeru.
Reading Time:

Rabu, 09 Maret 2011

5Cm
Maret 09, 2011 2 Comments
Akhirnyaaa, setelah berbulan-bulan berburu ke toko-toko buku, sampe ngidam dan kebawa mimpi, akhirnyaaa, saya menemukan novel yang sudah saya incar selama ini : 5Cm-nya Donny Dhirgantoro! Yay! Hore! *dance*

Buku yang bercerita tentang perjalanan enam anak manusia ke Mahameru ini bener-bener memikat hati saya sejak pertam saya baca resensinya. Berawal dari googling dengan keyword 'novel pendakian' awal-awal bergabung dengan organisasi PA dulu, terus ada novel 5Cm, baca resensi, jatuh hati, berburu sampe frustasi (karena gak nemu-nemu), dan akhirnyaa saya menemukan novel ini juga! *dance*
.......... Rodok lebay, maaf :P
Cerita ini berawal dari segerombolan 'Power Rangers' yaitu Genta (cenderung sebagai leader), Ian (gajah bledug ungu dari Dufan), Arial (orang yang lived by the rule), Zafran (sang 'penyair'), dan Riani (satu-satunya cucu Hawa di gerombolan ini). Berawal dari 5 orang yang bareng terus dari SMA, kuliah, dan mendekati kerja, lalu karena mereka bosan berada dalam lingkaran yang itu-itu aja, maka mereka memutuskan berpisah 3 bulan dari gerombolan ini. Setelah 3 bulan, mereka berjanji akan bertemu di suatu tempat yang amaaat spesial!
3 bulan berlalu. Kelima orang sudah memiliki hidupnya masing-masing. Berbagai prestasi hidup sudah ditempuh. Genta dan Riani berhasil dalam karirnya, Ian berhasil lulus, Arial berhasil dapet cewek, dan Zafran .... entahlah, nggak tahu.
Pada bulan Agustus, mereka bertemu di Stasiun Senen dan memulai perjalanan ke ..... Mahameru! (wik! Pengen, pengen, pengen!)
yang bikin imajinasi saya melayang-layang adalah saat membaca bab-bab tentang perjalanan mereka. Mulai dari senja di Cirebon, dini hari di Stasiun Lempuyangan Jogjakarta, bagaimana kereta api Matarmaja melewati hutan jati, semua orang yang dibikin mangap di Ranu Pane, Ranu Kumbolo, dan bagaimana pemandangan silih berganti di sepanjang perjalanan, dan keindahan panorama Indonesia lainnya yang bikin speechless dan bikin saya pengen ke Mahameru.
Yang paling 'ngena' adalah saat mereka berbicara tentang kehidupan. Bagaimana manusia di kota hidup di gua kesenangan yang semu, bagaimana ada orang yang berani mencari tantangan dengan keluar dari gua, bagaimana ibu tua dari Jogja masih berjualan pada pagi dini hari dan dikit yang beli jualannya dan dia berjualan tanpa alas kaki, bagaimana mas Suhartono Gembul dengan logat medoknya bercerita tentang suporter bola Indonesia, dan yang paling ngena adalah saat Ian nggak sadar dan Arial nggak kuat.
Inget kejadian yang menimpa Arial, inget kejadian yang pernah saya alami waktu pendakian perdana ke Penanggungan. Kata-kata Arial dan Genta mirip banget. Berikut (eh, tapi nggak mirip-mirip banget yah, intinya aja sih yang sama. Maaf, lagi gak lihat bukunya):
Arial : "Gue... turun aja ya. Nggak kuat."
Genta : "Enggak!!! Apa-apaan lo!!!!"
Mereka udah naik jauh banget itu. Dan Arial mau turun ke camp di Arcopodo gara-gara nggak kuat. Mirip banget sama kejadian nyata, di mana kalo ada salah satu pendaki dari suatu rombongan yang nggak kuat, maka yang lain akan menyemangati. Di alam, siapa pun bisa jadi saudara. Yang nggak kenal aja kalo ketemu di hutan udah serasa rekan sendiri (soalnya di hutan nggak bisa ketemu homo sapiens lain), apalagi yang udah kenal kayak keluarga sendiri.
Saling menyemangati, saling membantu dan menolong walau nggak kenal, dan saling pengertian dan bisa merasakan yang orang lain rasakan. Semoga semua itu tetap ada di diri para pecinta alam. Karena, kalau individual, yah, orang kan nggak bisa menhadapi alam sendirian.

Banyak yang bilang buku ini bagus (yah, emang bagus). Mayoritas orang akan bilang mereka kagum dengan cara penulis a.k.a mas Dhonny Dirgantoro membangkitkan semangat untuk percaya bahwa setiap orang bisa melakukan apa yang ia mau asal ia punya niat kuat.
"Setiap kamu punya mimpi atau keinginan atau cita-cita, kamu taruh di sini, di depan kening kamu... jangan menempel. Biarkan...."
"Dia..."
"Menggantung..."
"Mengambang..."
"5 centimeter... di depan kening kamu." 
Tapi selain itu, yang bikin saya lebih kagum adalah bagaimana penulis novel ini bisa begitu berani. Berani?
Yap, kalau diperhatikan, banyak banget kan obrolan ngalor-ngidul ala anak muda yang temanya loncat-loncat di novel ini. Katakanlah saat ngomongin filsafat, trus tebak-tebakan garing. Beda sama novel kebanyakan, yang, katakanlah temanya cinta-cintaan. Segala percakapan, gerak-gerik pelaku, pasti semuanya masih mengarah ke tema yang diangkat. Nah, inilah yang saya suka! Penulis bisa menyisipkan pesan-pesan dalam percakapan ngalor ngidul tadi. Sekaligus, menyisipkan adegan kosong seperti tebak-tebakan garing, yang pada kenyataannya memang sering terjadi di percakapan anak muda.

Aaanyway, selain novel, 5Cm juga udah dibuat versi komiknya sekitar 2011 yang lalu. Selain itu, pada 12.12.12 nanti, film 5Cm juga bakalan tayang di bioskop-bioskop seantero Indonesia. Cihuuyyy!!
Reading Time: