Ekspedisi Semeru : Hari Kedua - Hijaubiru

Selasa, 04 Oktober 2011

Ekspedisi Semeru : Hari Kedua

HARI KEDUA: SABTU, 18 JUNI 2011
Kami bangun pada shubuh. Dibangunin mbak Lisa. Sambil kriyep-kriyep saya dengarkan suara di luar dome yang kedengaran seperti hujan. Setelah keluar, ternyata bukan hujan air tapi hujan embun seperti semalam. Cuma lebih besar titik-titik airnya, jadi kedengaran seperti hujan. Wah, jadi agak kehilangan mood juga nih, hujan begini.
Setelah itu kami shalat dan masak. Rombongan dari Jember yang semalam datang bersama dengan kami juga sudah bangun dan berjalan-jalan di sekitar pondokan. Rombongan ST kami ternyata belum bangun.
Setelah matahari muncul, senior kami mulai berdatangan. Saat itu tim atlet lagi makan havermut di pondokan SAR sedang tim ST yang sudah bangun mulai masak. Sambil makan, saya mendengar percakapan antara pak Hambali dengan senior yang intinya cuaca sedang buruk. Kabut tebal. Saya kira emang kalau pagi di sana kabutnya setebal itu. Eh, tahunya lagi cuaca buruk. Rombongan dari Jember yang janjian berangkat bareng kami pun harus menunda perjalanannya. Begitu pun kami. Awalnya waktu rembugan semalam, kami berencana hari ini jalan full sampai Arcopodo untuk mengejar ketertinggalan rundown (menurut rundown, seharusnya kami ke Ranu Kumbolo kemarin dan hari ini sudah mencapai Arcopodo).
Setelah makan, ngelipat dome, buang sampah, kami packing. Ritual packing inilah yang lama. Bisa sejam lebih. Padahal sebagai atlet seharusnya kami bisa packing dalam 15 menit. Mbambet. Begitulah.
Kelar packing, alhamdulillah cuaca mulai baikan. Kabut mulai hilang, cuma hujan masih turun. Rombongan dari Jember langsung berangkat begitu cuaca mulai terang. Sedang kami waktu itu masih packing, jadi nggak barengan berangkatnya.
Sempat waktu itu saya bertanya pada pak Hambali, berapa suhu udara semalam. Saya kira, karena sudah sangat amat terlalu menggigit bagi saya, saya kira sudah minus. Ternyata? “Ooh, tadi malam masih lumayan, masih 5 derajat”, kata pak Hambali. Glup, saya menelan kerikil.
Sekitar pukul 10.00 WIB, dengan memakai ponco karena masih hujan, kami mulai melakukan perjalanan. Sebelum itu doa sejenak. Kami atlet, ST, dan senior— berpelukan sambil mengelilingi bendera merah putih di halaman pondokan. Sebelum berangkat, pak Hambali memberi wejangan buat kami, “Yaa, intinya hati-hati saja. Saya nggak mau nambah prasasti lagi di sini. Tiap tahun ada prasasti, nggak mau saya”. Wejangan yang cukup maut, ngingetin saya akan prasasti yang saya temukan kemarin.
 Kami, 3 orang tim atlet ekspedisi, pun mulai berjalan.
Oh iya, jangan salah milih jalan. Yang pertama, dari pondok pendaki. Dari situ ada jalan naik. Jalan naik ini adalah track melalui gunung Ayek-ayek, jalur yang sering dipakai penduduk lokal. Jalur ini curam banget dan paling banyak makan korban. Sedangkan jalur satunya adalah jalur aman.
Untuk berjalan dengan jalur aman, dari pos perizinan kita jalan lurus. Jangan belok ke arah perkebunan penduduk ya. Ikutin aja jalan aspalnya. Setelah itu kita akan menemukan gapura selamat datang. Setelah dari situ, jalan akan bercabang dua. Jalan yang ke kiri menuju Lumajang dan jalan ke kanan ke arah perkebunan penduduk. Pilih jalan yang kanan. Setelah itu, akan ada jalan kecil jalur tracking yang mulai menanjak naik, nyempil di sisi kiri jalan ke perkebunan. Kita ikuti jalan nyempil itu.
Ngomong-ngomong, waktu itu kami sempat salah.  Waktu ada jalan nyempil itu, kami nggak sadar dan jalan terus. Untungnya rombongan pendaki di belakang kami ngingetin dan akhirnya kami kembali ke jalan yang benar.
Awal-awal jalur, kita akan nemuin jalan sempit dari paving. Tapi setelah beberapa saat, jalur dari paving itu akan berganti tanah. Jalur menuju Ranu Kumbolo ini sebenernya nggak terlalu nanjak, tapi emang pada dasarnya saya sudah downdy karena harus pake ponco yang pengap, jadilah belum lama kami berjalan, saya sudah minta break down. Thanks to mbak Lisa yang bersedia tukeran carrier sama saya, jadinya saya bawa beban yang lebih ringan.
Kondisi dalam perjalanan dari awal sampai akhir tetap sama. Kabut masih tebal dan embun masih turun sebagai hujan jarang-jarang. Jalur menuju Ranu Kumbolo ini dikelilingi hutan. Aromanya aroma khas hutan, seger-seger pinus gimanaaa gitu.
Nah, di jalur menuju Ranu Kumbolo ini ada 3 pos. Pos pertama yang kita jumpai jaraknya sekitar 1,5 jam dari Ranu Pani. Pos kedua, barulah jaraknya jauuh banget dari pos 1, yakni 2 jam. Tapi dari pos 2 ke pos 3 relatif singkat, yaitu setengah jam.
Meski di sini nggak ada papan penunjuk jalannya, tapi kalau saya perhatikan tiap beberapa meter ada tanda arah. Tanda itu adalah tali rafia warna selang-seling kuning-hitam yang diikatkan pada tanaman.
Oh iya, di track ini, ada 3 pos. Pos pertama bisa kita capai dalam waktu ±1,5 jam. Pos ini letaknya di kiri jalan. Kalau dari pos 1 ke pos 2 agak lama. Sekitar 2 jam atau lebih. sedangkan jarak dari pos 2 ke pos 3 cuma setengah jam. Satu hal yang nggak boleh kita tiru, di pos-pos tersebut banyak banget coretan-coretan pendaki yang pernah menginjak tempat itu. jangan dicontoh yaa! Karena bisa merusak keindahan. Selain itu jangan khawatir, sebelumnya di Ranu Pani kita bisa menjumpai papan vandalisme. Nah, di situ kita bisa coret-coret seenak kita, menandakan bahwa kita pernah di situ.
Waktu belum mulai jalan tadi, saya sempat kepikiran bahwa perjalanan pasti bakal sepi karena orangnya cuma 3. Tapi ternyata jalur pendakian ini kayak jalan raya! Asli! Kita banyak ketemu sama orang. Baik yang sama-sama naik maupun yang turun. Kayak waktu kami break selama sejam di pos 2. Di sana, sambil makan biskuit dan shalat dhuhur, kami ketemu dan kenalan dengan beberapa orang. Ternyata banyak juga yang dari Jakarta dan Malang. Antara lain ada seorang wanita paruh baya yang bernama Melani yang hiking dengan suami dan seorang temannya. Nah, dari beliaulah kami tahu bahwa akan ada pernikahan di puncak Semeru. Kabarnya masuk MURI sebagai pernikahan pertama di puncak gunung. Woow.
Setelah pos 2, kami menemukan pos 3. Duh, di sinilah saya mulai kecele. Nggak jauh setelah pos 3, kita bakal nemuin papan tanda yang tulisannya, “Ranu Kumbolo, 500 meter”. Wah udah semangat nih. 500 meter? Alhamdulillaaah! Tapi.... setelah 500 meter bahkan lebih, saya nggak juga menemukan tanda-tanda adanya danau. Ternyataaaa, Ranu Kumbolo masih lumayan jauh dari situ. Eh, tapi lumayan juga sih, saya jadi semangat karena ngiranya udah deket.
Mendekati Ranu Kumbolo, kami mulai keluar hutan. Jalan setapak menurun di depan kami seakan merupakan pintu gerbang ke alam lain. Ya, uniknya Semeru, vegetasinya macam-macam. Dan antara jenis vegetasi satu dan lain batasnya terlihat jelas. Seperti barusan. Setelah hutan, di depan kami langsung terhampar padang alang-alang. Alang-alang dan rumput-rumput rendah yang menguning memenuhi seluruh pandangan. Di kejauhan beberapa pohon menghiasi. Di depan kami, warna biru gelap yang luas terhampar, Ranu Kumbolo.
Uhh, breathtaking banget!
Karena kaki sudah capek, saya langsung ambruk di atas rumput, selonjor bersandarkan carrier, menikmati pemandangan. Begitu juga Nauval dan mbak Lisa. Tapi mbak Lisa hanya duduk sebentar, lalu bangkit dan mendekati bibir danau. Di sana ada bapak-bapak penduduk setempat yang sedang asyik memancing. Ternyata, mata pencaharian mereka adalah nelayan. Wah, ada ya nelayan di tengah gunung.
Tidak lama kami beristirahat, kami lalu meneruskan perjalanan. Tempat camp kami ternyata ada di seberang. Maksudnya seberang beneran. Jadi kami harus memutari separuh danau. Setelah mengambil jalan setapak di sebelah kanan, kami memasuki hutan lagi. Oh iya, sebelum memasuki hutan lagi, ada pemandangan yang ‘agak’ mistis. Tengoklah sebelah kanan, daerah perbukitan dengan alang-alang itu, yang kelihatan seperti padang rumput tak terbatas. Apalagi waktu itu sudah tertutup kabut. Saya penasaran, kalau diterusin ke situ, tembus ke mana ya?
Pukul 17.00 WIB kurang, sampailah kami di tempat camp. Ada dua buah pondok di situ, yang —lagi-lagi— penuh coretan dan lebih mirip reruntuhan rumah. Kami lalu membagi tugas. Mbak Lisa dan Nauval membuat dome, saya memasak. Kelar semua, kami ganti baju. Maklum, melewati hutan di pos 1,2, dan 3 tadi membuat baju kami basah meski memakai ponco. Dan kalau kami nggak ganti baju, bisa gawat. Seorang senior pernah mengatakan, mayoritas pendaki meninggal karena hypothermia, yaitu kedinginan.
Setelah itu makan. Susu yang tadi saya hangatkan sepertinya percuma, karena dalam waktu sebentar saja udara Ranu Kumbolo yang menusuk sudah membuat air susu seperti masuk kulkas. Setelah makan dan salat, kami mendiskusikan rundown perjalanan untuk esok.
Hanya sebentar kami menikmati keindahan Ranu Kumbolo. Sebagian besar waktu kami gunakan untuk persiapan camp. Selain itu, kabut juga sudah mulai turun di atas danau. Sempat kami melihat Tanjakan Cinta di belakang. Setelah itu, tiduuurrr. Alhamdulillah, tidur kami hangat dan nyaman serta tidak kedinginan. Terima kasih kepada mbak Mela yang bersedia meminjamkan sleeping bag buat kami. 

Catatan berlanjut ke Ekspedisi Semeru: Hari Ketiga

Tidak ada komentar: