Hijaubiru: Curhat
Tampilkan postingan dengan label Curhat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Curhat. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Juni 2015

My Confession
Juni 21, 20150 Comments
Not literally. Well, yes, a bit.

Sejak kecil, saya nggak begitu suka film. Pelarian saya, selalu dan selalu, adalah buku. Baru akhir-akhir ini aja, ketika teman-teman di sekre banyak ngomongin film yang ternyata asik juga sih−, saya baru mulai ngikutin.

Tapi ini bukan cerita tentang film baru. Ini cerita soal film lawas tahun 2005 yang bikin saya terpesona sampai malam itu saya tonton empat kali berturut-turut. Cerita soal filmnya ada di sini

Karena lagi gandrung, mulailah saya muter-muter youtube nyari behind the scene-nya. Alhasil, selain nemuin BTS, saya juga nemuin satu video kompilasi yang dibuat salah satu fans. Saya lihat potongan scene-nya, saya dengar lagunya, dan saya tersihir.

It bewitches me.

Lagunya Josh Groban ternyata (saya belum pernah dengerin lagu dia sih, meski dia kondang, ini pertama kalinya). Dan menurut metrolyrics.com, penulis lagunya Richard Marx, sodara-sodara! Pantes aja romantis abis. Judulnya? My Confession. Kalau dipikir-pikir, liriknya cocok sih sama filmnya, hehe.


MY CONFESSION

I have been blind, unwilling
To see the true love you're giving
I have ignored every blessing
I'm on my knees, confessing

That I feel myself surrender each time I see your face
I am staggered by your beauty, your unassuming grace
And I feel my heart is turning, falling into place
I can't hide, now here my confession

I have been wrong about you
Thought I was strong without you
For so long nothing could move me
For so long nothing could change me

Now I feel myself surrender each time I see your face
I am captured by your beauty, your unassuming grace
And I feel my heart is turning, falling into place
I can't hide, now here my confession

You are the air that I breathe
You're the ground beneath my feet
When did I stop believing?

Cause I fell myself surrender each time I see your face
I am staggered by your beauty, your unassuming grace
And I feel my heart is falling into place
I can't hide, now here my confession
I can't hide, now here my confession

Kalau penasaran sama videonya, bisa dilihat di sini:
https://www.youtube.com/watch?v=niUXP6UVMnE


Hint: to 'understand' it fully, look at the eyes. They 'talks'.
Reading Time:

Jumat, 19 Desember 2014

Padat-Kosong
Desember 19, 20140 Comments
Ini bukan pertama kalinya saya nge-random. Apa itu nge-random? Istilah kami saat masih suka nongkrong di Sekpa untuk kata 'gabut'.

Mungkin bedanya, sekarang gabutnya bukan gegara nggak ada kerjaan.

Quite the opposite, actually.

Yang namanya titik jenuh itu pasti ada, ya. Mau seberapa banyak, atau sedikit, kerjaan itu. "Ya gimana manajemen waktu aja. Gimana caranya supaya nggak jenuh", itu kata-kata yang sering saya dengar, SMA dulu.

Ah, jadi kangen orang-orang yang saling ngingetin itu. Bukan orang-orang ketika ada yang pergi, malah menghakimi. Tapi orang-orang yang ketika ada yang pergi, mencoba memahami.

*Sek ta, ngomong opo seh iki ket mau?

Oke.

Minggu tenang. Minggu tenang yang nggak tenang karena justru diisi beragam responsi. Dilanjutkan minggu UAS. Diseling dengan Mubes-Mubes dan pekan LPJ. 

Sejak sekolah menengah, kami dibiasakan untuk berorganisasi. Organisasi nggak harus berarti OSIS, BEM, Dema, Himpunan. Di kelas, di angkatan, pun, rasanya sudah organisasi. Good news is: we used to it. So campus' life wasn't quite make us shocked. Bad news is: I hate bureaucracy, administration, you name it.

Kalo LPJ-an, evaluasi, rapat kegiatan, masih bisa nahan. Tapi, Mubes, yang ngomongin pasal-pasal dan kawan-kawan, membedah kata per kata, nggak masuk ke kamus pribadi saya. Catat: kamus pribadi ya.

Jadi, gimana supaya nggak terjebak kebosanan. Sebenernya gampang: nggak usah dateng. Itu, kalo emang minta dikemplang. Berita baiknya, Mubes nggak cuma sehari, tapi dua-tiga hari. Nggak datang hari ini, datanglah esok hari.

Caution: don't try this in your life.

Selain hal kayak begitu, pelajaran adalah salah satu beban yang menghimpit kehidupan seluruh pelajar. Apalagi kalau musim ujian. Beda cerita kalau emang udah bisa, pelajaran adalah suatu kenikmatan. Berita buruk keduanya: ada satu pelajaran yang saya bener-bener nggak mudeng. Mengejar sendiri, masih berusaha. Belajar kelompok? Sudah. Lumayan sih, tapi nggak begitu efektif karena cuma sedikit yg bisa dibahas gegara keterbatasan waktu dan kemampuan bersama. Jadi? Ya wes, sinau ae terus. Bukankah penuntut ilmu sering berkata, "Kami mengejar ilmu. Nilai baru setelah itu"? Ya wes, sing penting mudheng sek.

Dengan kepadatan seperti itu, banyak yang penat. Jadilah kami, anak-anak yang sudah kebelet liburan ini, ngerencanain get-away ke tempat wisata terdekat.

Well, I hope the get-away plan will really happen. Can't wait to travel and have adventures with you guys.
Reading Time:

Minggu, 02 November 2014

Nulis Lagi
November 02, 2014 2 Comments

Kalau saya, ditambahin satu lagi kali ya: Jalan-jalanlah, maka kita akan belajar memahami. Hehehe.

Akhirnyaaa sempat ngeblog juga setelah postingan terakhir bertanggal 7 Agustus (dua bulan lalu!). Ralat, bukan sempat sih. Kalo sempat ya, sebenernya sempat aja, cuma malesnya itu lho. Pulang, langsung istirahat. Boro-boro baca novel, textbook aja, cuma dibaca pas perlu doang.

Nah lho, terus apa hubungannya sama gambar di atas?

Jadi ceritanya, konon di usia muda belia seperti ini, pemuda-pemudi bakalan lebih aktif dan kritis. Kalau dilihat-lihat, iya sih. Posting-an status fb teman-teman temanya sudah berat, bukan cuma galau gegara tugas belum kelar atau apalah. Saking beratnya, sampe kadang saya lanjut scroll aja tanpa baca lebih lanjut gegara nggak mudeng, hehehe.

Karena lagi di usia kritis, maka mulai banyaklah teman saya yang bikin blog, nulis uneg-uneg tentang keadaan negeri ini. Mulai dari ngomentarin perilaku dewan yang dianggap nggak pantes, ngomongin double-standard antara rokok dan jenggot, hingga ngembangin ide dia tentang perkembangan masyarakat madani. Nggak jarang pula yang hobinya nulis proposal atau LKTI.

Batin saya berbisik, Wah gila, anak-anak keren banget bisa ngamatin hal sepelik itu. Dan saya ngelihat postingan di blog sendiri lalu membatin lagi, Wah beda amat sama ini blog. Yang mana isinya rata-rata cuma curhatan, buku, plus hal lain yang kelasnya jauh kurang serius dibanding tulisan teman-teman.

Tapi ya, emang ketertarikan orang kan beda-beda. Justru nggak bagus kalau semua orang nulis hal yang sama, sampai hal yang lain nggak terjamah. Awalnya sih sempat berpikir mahasiswa macam apa saya ini, yang sama sekali nggak tertarik mengkaji hal sosial macam itu, yang sering dijadikan ciri mahasiswa kritis. Tapi hei, kan ini bukannya nggak peduli atau nggak mau tahu, cuma nggak tertarik nulis begituan aja. Mungkin kalau saya nulis yang begituan, yang keluar adalah tulisan ngalor-ngidul yang saya sendiri nggak mudeng intinya.

Jadi, biarlah saya tetap nulis dengan tema begini aja. 
Reading Time:

Jumat, 08 Agustus 2014

Konco & Kolega
Agustus 08, 2014 3 Comments
Sebuah percakapan yang terdengar di mobil sepulang dari Gunung Ijen, yang kurang lebih begini:

“Kuliah iku hubungane luwih formal yo? Kon perlu mbedakno konco ambek kolega nek kon nang kuliah.”

“Kolega iku wong sing enak dan isok diajak kerjo bareng, nek konco iku wong sing isok kon ajak koyok ngene.”

“Iyo, nang kuliah aku durung nemu konco. Nemu kolega iyo. Nemu konco durung. Gak isok sing isok diajak koyok ngene: guyon, omong-omong nyantai.”


“Iyo, durung nemu.”

Saat ketika bisa ngomong ngalor-ngidul tanpa gontok-gontokan disela guyonan, itu konco.

Kawah Ijen, 5 Agustus 2014 Reunion


Picture was taken by a friend

Reading Time:

Kamis, 29 Mei 2014

Sepasang Kaki yang Lain
Mei 29, 20140 Comments
Bukan cari yang berdompet tebal
Atau yang ke mana-mana pakai land rover terbaru
Atau yang selalu jalan ke landmark-landmark terkenal

Tapi cari
Sepasang kaki lain yang mau berjalan bersama
Ke mana saja, bahkan ke pinggir kali sekalipun
Cuma cari
Sepasang telinga yang mau sabar mendengar
Kata hati, kata mulut, keluhan, kekhawatiran, kelelahan, kepanikan

Yang dicari
Yang mau get lost ke mana pun, kapan pun
Punya selera jalan yang sama

Sayangnya, baru nemu dua
Dan dua-duanya sama-sama di Surabaya
bukan di sini

Reading Time:

Minggu, 15 Desember 2013

Yearning
Desember 15, 2013 2 Comments
I

Miss

You,

Guys



Laser of Lasso
Smalapala of Smala

Kita begitu berbeda dalam semua, kecuali dalam cinta - Gie

-----------------------------------------------------

Bhuhuhuhu, ceritanya habis buka film lawas: Gie. Dan seperti biasa, film ini sukses menyeret saya ke dalam suasana melankolis dan menenggelamkan ke memori-memori bareng sobat-sobat munggah gunung. Kalau sudah gitu, semua ingatan terbongkar sudah dan wajah-wajah teman 'serumah' selama tiga tahun pun ikut muncul ke permukaan.

Kalau udah gini, cuma bisa melan dan menikmati foto-foto yang kerasa lebih idup :')

Yes, you were right. Absolutely right. Those are the moments we're gonna miss. Well, I am, right now.

Both pictures were taken by friends.
Reading Time:

Jumat, 15 November 2013

Karpet
November 15, 20130 Comments
Kata siapa kenyamanan itu mahal? Harus duduk di sofa ruangan suite hotel bintang lima, belanja borong sana-sini dengan kartu kredit yang tinggal gesek (dan dibayarin), atau rileks bernapas di kelas yoga yang bayarnya selangit. Siapa bilang?

Kenyamanan itu murah. Sungguh.

Ketika kaki terbenam di karpet murah yang dibeli dari toko ujung jalan, merasakan kain sintetiknya membelai jemari kaki, menghangatkannya dari dingin marmer yang didukung cuaca dingin. Belaian bulu-bulu yang melenakan, merilekskan syaraf-syaraf kaki dan menjalar ke seluruh tubuh. Menghangatkan, membuat semua bulu yang tadi berdiri, duduk kembali. Hangat, nyaman, damai.

Kenyamanan itu murah. Sungguh.

Semurah kehangatan yang diberikan selembar karpet yang dibeli di ujung jalan.
Reading Time:

Selasa, 09 Juli 2013

Teman Seperjalanan
Juli 09, 20130 Comments
Akibat cuaca panas yang (akhirnya) melingkupi Surabaya, jadi keinget zaman-zaman naik gunung. Dan nama yang satu itu emang nggak pernah lekang dari ingatan, bikin saya pengen balik dan balik lagi lantaran tersihir pesonanya. Semeru.

Dan nemu tulisan ini, yang pernah saya tulis setengah tahunan yang lalu, yang akhirnya bikin saya juga sukses bertanya-tanya, gimana nasib orang-orang ini sekarang ya?

----------------------------------------------------------------------------

Minggu, 4 November 2012

Aku berandai-andai, di mana mereka sekarang?

Sudah satu setengah tahun. Sudah satu setengah tahun semenjak kami terakhir bertemu, terakhir bertatap muka tak sengaja dalam sebuah perjalanan.

Tapi, bukankah setiap perjalanan selalu menggoreskan kesan, memiliki kisah?

Langit malam itu biru gelap, penuh gemerlap bintang. Aku memperhatikan, ada purnama muncul malu-malu dari balik pohon pinus. Aku dan teman-teman membangun tenda di luar, di bawah pinus. Sedangkan kalian kedengarannya asyik membuka sleeping bag di dalam pondok pendaki.

Paginya, kami memasak. Kami melihat salah satu di antara kalian asyik berjalan-jalan, menikmati angin segar pegunungan.
“Dari mana, Mas?” tanya seorang kawan.
“Jember. Masnya?” dia balik bertanya.
“Surabaya. Naik hari ini Mas?”
“Iya. Masnya juga?”
Kawanku mengangguk.
“Kalau gitu kita bisa bareng nanti,” tawarnya.

Pada akhirnya, kita memang berangkat bersama. Diiringi rintik hujan dan pilas kabut yang tadi pagi menghambat perjalanan kami, membuat kami menunda pendakian.

Ladang sawi, ladang kubis, ladang bawang daun. Aku teringat film Petualangan Sherina. Dalam perjalanan hari ini, kita tak bertemu.

Saat kami sampai di danau itu, kalian sudah mendirikan tenda. Sedangkan kami masih duduk-duduk di rerumputan kering, melihat penduduk lokal memancing.

Esoknya, kita berangkat bersama. Menaiki Tanjakan Cinta, melintasi padang ilalang kuning bernama Oro-Oro Ombo, membelah hutan Cemoro Kandang.

Di tengah perjalanan, kita rehat sejenak. Dua rombongan yang tak saling mengenal, kami dan kalian,  asyik bertukar bekal. Pun saat kita istirahat sejenak di Kalimati, mengistirahatkan badan agar bisa mengejar puncak nanti malam, kalian memberi kami sebuah makanan unik.

Roti panggang nesting dengan topping havermut cokelat.

Malamnya, bersama dengan puluhan orang dari rombongan lain, kita mengejar puncak. Beriringan membelah padang Kalimati dalam malam hitam pekat dan angin pegunungan yang bertiup keras. Tinggal ditambah lolongan serigala, lengkaplah malam ini, batinku saat itu.

Kita sempat istirahat agak lama di Arcopodo karena salah seorang dari kalian ingin buang air. Aku memanfaatkan momen itu untuk telentang menghadap langit. Memandang bintang-bintang dari sini tentulah berbeda dengan memandang bintang-bintang dari Surabaya. Pun sangat berbeda dengan melihatnya dari Ranu Pani, dari Ranu Kumbolo, atau dari Bromo.

Salah seorang dari kalian menegurku, mengira aku tertidur, “Jangan tidur lho ya, Mbak. Nanti nggak tahu kalau ditinggal”. Kita semua tertawa.

Perjalanan menuju puncak. Aku tak memerhatikan keberadaan kalian di sana. Yang lebih kuperhatikan adalah dua rekanku, dan lebih-lebih, aku sendiri. Perjalanan yang paling berat ada di sini.

Di puncak, kita berfoto bersama. Namun entah, mungkin karena si pemotret kurang keras menekan tombol, foto itu tak tercetak di memory card.

Pukul 14.00 kita kembali ke Ranu Kumbolo. Aku lupa, apakah kalian yang berangkat lebih dulu atau kami yang berangkat lebih dulu? Atau apakah kita berangkat bersama, lalu kami mendahului kalian di Cemoro Kandang? Aku sungguh lupa. Yang kuingat hanyalah kami bertemu dengan seorang ibu energik, seorang bapak, dan seorang anak kuliahan berambut kribo.

Malam itu juga kami sampai di Ranu Pani. Seingatku, kalian baru datang saat kami sudah menyusup ke balik sleeping bag. Tapi itu tak lebih hanya dugaan karena, sekali lagi, aku lupa.

Esok siang. Kami menunggu jeep yang akan membawa kami ke Tumpang. Saat itulah aku terakhir melihat kalian.

“Rombongan dari Jember pulang sekarang,” ucap seorang kawan.

Aku menoleh ke arah jalanan. Rombongan kalian sudah menaiki sepeda motor. Carrier sudah kalian tumpukan di jok.

Dan kalian melaju, meninggalkan basecamp Ranu Pani. Motor kalian menderu melintasi jalan naik-turun yang berkelok. Mataku terus mengikuti sampai sosok kalian hilang tertutup bukit, setelah melintasi gapura. Ah, aku baru ingat, kalian mengambil jalan yang berbeda.

Itulah kenangan terakhir yang aku ingat tentang kalian, teman seperjalanan. Bertemu tak sengaja di sebuah pendakian dan hilang begitu saja setelah petualangan usai. Tapi tetap saja, menggores kesan yang mendalam.



Andai tanya ini bisa terjawab: “Di mana kalian sekarang?”


Semeru, 17-21 Juni 2011
Tim Gunung Smalapala (satu orang paling kanan, dua orang paling kiri)
beserta teman-teman seperjalanan


This picture was taken from a friend's social account. Unfortunately, I forget which of them
Reading Time:

Selasa, 07 Agustus 2012

Semeru Masih Nomor Satu
Agustus 07, 20120 Comments

Aku kangen desir pasirnya
Aku kangen biru danaunya
Aku kangen bisik anginnya

Aku rindu gemerisik ilalangnya
Aku rindu pilas kabutnya
Aku rindu putih edelweisnya

Aku kangen Semeru

Aku kangen Semeru
Karena bagiku, dia masih nomor satu :')
Reading Time:

Senin, 26 Maret 2012

Weekend
Maret 26, 20120 Comments
Weekend = ke sekolah (kegiatan SS) = di rumah (nganggur). Tapi alhamdulillah, minggu kemarin ternyata nggak! :D

Ternyata weekend kemarin saya berkesempatan kembali ke Watusemar, Trawas. Karena kekurangan motor, jadilah saya dan Bonita naik bus.

Rute kami ke Trawas dari Surabaya (via Pandaan):
Surabaya --> Terminal Bungurasih, naik bus ke Arah Malang
                  Turun di Terminal Pandaan, naik colt ke arahTrawas
NB: kalau naik colt, jangan di terminalnya ya. Soalnya pasti bakalan lama (itu colt nunggu sampai penuh dulu, baru berangkat). Tunggu aja coltnya di depan terminal, depannya pom bensin.

Nah, karena coltnya cuma sampai di pertigaan Trawas aja, maka kalau mau lanjut ke Trawas harus oper lagi. Opernya ojek. Dan FYI, mulai dari pertigaan itu sampai gang Arcalanang di Trawas yang kami tuju, jalannya kayak roller coaster.

Sampai gang Arcalanang, saya pun lega.

Mulailah kami treking ke Bukit Watusemar. Di sana sampai sore. Setelah matahari kelihatan seperti mau balik ke peraduannya, kami pun turun bukit.

Menuruni jalan tanah dengan seledri di kanan-kiri, pohon-pohon yang menjulang tinggi, guguran daun pinus yang mulai menguning, mendengar suara hewan hutan yang berkerik. 

Ah, entah kenapa jadi galau.

Dan kegalauan itu semakin menjadi saat teman-teman dengan ramainya bernyanyi, memecah kesunyian suci hutan ini.

Apalagi suaranya Pingka, yang tetap bernyanyi meskipun semuanya sudah diam. (Sepurane, Ping :P )

Hingga akhirnya......
Tiba-tiba saya menemukan diri saya sedang berjalan di sebelah si Pingka.

Dan sebuah ide gila terlintas.

Sebelum otak memutuskan syaraf-syaraf motorik untuk menutup mulut saya, mulut saya sudah terlanjur kebuka.

Dan parahnya, syaraf motorik lidah seperti tidak mendengarkan si otak juga.

Sehingga tanpa sadar saya melontarkan kalimat ini pada Pingka,
"Ping, nyanyi yok!"

Jadilah sepanjang jalan kami bernyanyi, teriak-teriak.
Padahal saya adalah tipikal orang yang lebih suka diam saat treking, untuk menyimpan napas supaya tetap kuat berjalan.

Ah, mumpung jalannya turun. Sesekali teriak-teriak di hutan toh nggak apa, suara liar membujuk napas saya tetap kuat.

Hei, teganya kamu merusak kesunyian hutan yang suci ini!, eh, suara saya yang lain, yang sering menemani saya treking.

Peduli amat sama napas, suara asli saya.

Dan saya tetap berteriak-teriak, membiarkan pita suara yang sudah lama tidak pernah dilatih ini bekerja kembali, menghasilkan suara yang serak-serak basah putus.

Entah kenapa, semua jadi kelihatan seperti sinetron.

Sekelompok anak manusia yang dikelilingi alam, nyanyi-nyanyi gila macam film India. Persis bayangan saya tentang drama-drama penguras air mata.

But, truly, I love this. I like this. Seems I miss this.

Waktu saya SD/SMP dulu, saya sering membayangkan betapa senangnya memiliki sekelompok teman yang suka jalan-jalan ke hutan. Yang menyayangi satu sama lain dengan tulus, lalu bernyanyi-nyanyi bersama.

Eh, kesampaian.

Sepanjang jalan saya dan Pingka berhasil menyelesaikan beberapa lagu. Antara lain: Gie, Cahaya Bulan, dan Bagaikan Langit-nya Melly yang saya gilai sejak SD (dan baru tahu judulnya  saat itu)

BAGAIKAN LANGIT - Melly Goeslow

Bagaikan langit di sore hari
Berwarna biru sebiru hatiku
Menanti kabar yang aku tunggu
Peluk dan cium, hangat 'kan untukku


Bagaikan langit di sore hari
Berwarna biru sebiru hatiku
Menanti kabar yang aku tunggu
Peluk dan cium, hangat 'kan untukku


Oh asmara
Yang terindah mewarnai bumi 
Yang kucinta menjanjikan aku 
Terbang ke atas
Ke langit ketujuh, bersamamu


Bagaikan langit di sore hari
Berwarna biru sebiru hatiku
Menanti kabar yang aku tunggu
Peluk dan cium, hangat 'kan untukku


Bagaikan langit di sore hari
Berwarna biru sebiru hatiku
Menanti kabar yang aku tunggu
Peluk dan cium, hangat 'kan untukku


Oh asmara 
Yang terindah mewarnai bumi yang kucinta
Menjanjikan aku terbang ke atas
Ke langit ketujuh, bersamamu


Oh dewi cinta
Sandarkan aku di bahumu
Ada kurasa rindunya hati, teredakan sudah
Hadirmu sayang, tenangkan diriku


Oh asmara
Yang terindah mewarnai bumi
Yang kucinta menjanjikan aku terbang ke atas
Ke langit ketujuh, bersamamu, oh oh...


Oh asmara
Yang terindah mewarnai bumi
Yang kucinta menjanjikan aku terbang ke atas
Ke langit ketujuh, bersamamu, 


Oh dewi cinta
Sandarkan aku di bahumu
Ada kurasa rindunya hati, teredakan sudah
Hadirmu sayang, tenangkan diriku


Oh asmara
Yang terindah mewarnai bumi
Yang kucinta menjanjikan aku terbang ke atas
Ke langit ketujuh, bersamamu 



Senang sekali Pingka mau ngajarin saya lagu itu. Suwun, Ping :D

Dan saat mas Brodin datang dengan HP-nya dan menyetel lagu ini, seakan-akan sepotong kenangan terlempar dari alam bawah sadar.


Menatap lembayung di langit Bali
Dan kusadari betapa berharga kenanganmu
Di kala jiwaku tak terbatas
Bebas berandai memulang waktu


Hingga masih bisa kuraih dirimu
Sosok yang mengisi kehampaan kalbuku
Bilakah diriku berucap maaf
Masa yang tlah kuingkari dan meninggalkanmu
Oh cinta


Teman yang terhanyut arus waktu
Mekar mendewasa
Masih kusimpan suara tawa kita
Kembalilah sahabat lawasku
Semarakkan keheningan lubuk


Hingga masih bisa kurangkul kalian
Sosok yang mengaliri cawan hidupku
Bilakah kita menangis bersama
Tegar melawan tempaan 
Semangatmu itu
Oh jingga


Hingga masih bisa kuraih dirimu
Sosok yang mengisi kehampaan kalbuku
Bilakah diriku berucap maaf
Masa yang tlah kuingkari dan meninggalkanmu
Oh cinta


Hingga masih bisa kurangkul kalian
Sosok yang mengaliri cawan hidupku
Bilakah kita menangis bersama
Tegar melawan tempaan 
Semangatmu itu
Oh jingga


Hingga masih bisa kujangkau cahaya
Senyum yang menyalakan hasrat diriku
Bilakah kuhentikan pasir waktu
Tak terbangun dari khayal keajaiban ini
Oh mimpi


Andai ada satu cara
Tuk kembali menatap agung surya-Mu
Lembayung Bali 


Yup, judulnya Lembayung Bali. Cocok diputar di senja hari. Bareng teman-teman. 

Well, what a day. What a weekend. What a MEMORY :')


Reading Time:

Kamis, 21 April 2011

Pom Bensin Kenangan :))
April 21, 20110 Comments
Bangunan yang dimana-mana relatif kecil dengan warna merah dominan di setiap dindingnya dan selalu dilengkapi dengan selang-selang yang setia mengalirkan bensin, biosolar, solar, pertamax, keduax, (ngasal kan, ngasal). Bangunan yang selalu ada di tepi jalan-jalan besar dan bangunan milik Pertamina. Bangunan yang selalu membangkitkan kenangan tiap melewatinya, tiap turun dari motor, mobil, atau bus lalu mengizinkan mas-mas atau mbak-mbak ngasih 'minum' ke kendaraan yang sedang aku tumpangi.
Kenapa membangkitkan kenangan ya? Nggak tahu.
Tapi kalau dipikir-pikir, tiap melakukan perjalanan, emang selalu mampir ke pom bensin sih. Mau ke luar kota, busnya berhenti di pom bensin. Pulang habis pendakian, mobilnya mas Momon mampir di pom bensin. Bahkan waktu dijemput bapak dari sekolah, motor juga mampir ke pom bensin.
Tiada perjalanan tanpa pom bensin. Adaa aja cerita tentang pom bensin di setiap perjalanan. Misalnya nih, waktu ke Bali bareng teman-teman Spensa dulu. Kan busnya berhenti di pom bensin. Di sanalah kami foto-foto narsis. Bahkan mas-mas tukang sapu di pom bensin aja difotoin. Bener-bener masa SMP yang tidak akan pernah terulang kembali. Hiks.
Ada lagi. Misalnya waktu pulang dari pendakian pertama ke Penanggungan. Mobilnya mas Momon mampir ke pom bensin. Dan kenangan tentang pom bensin saat itu adalah gimana susahnya membangunkan salah satu teman yang tidurnya kelewat lelap buat ngeluarin dompetnya, ikut patungan bayar bensin. Ketawa ngakak ingat-ingat kejadian ini.
Tuh kan, yang namanya perjalanan, pasti ada yang namanya pom bensin.
Hhh.... Pom bensin kenangan.... Di mana pun dia berada, selalu membangkitkan kenangan....

Reading Time: